Prinsip hidupnya: jangan bawa-bawa agama ke ruang publik.
Dia adalah anak brokenhome dari perselingkuhan kekuasaan negara dan kekuasaan agama.
(* andaikata negara/umara dan agama/ulama ini "nikah" baik-baik, tentu gak begini jadinya *).
Karena itu tak heran Sekulerisme kemudian memiliki lima anak haram.
Anak pertama bernama Liberalisme.
Prinsip
hidupnya: biarkan semua bebas bicara, bebas berperilaku, bebas
berkeyakinan/beragama dan bebas dalam memilih cara memiliki sesuatu,
selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Karena itu, Liberalisme
tidak menghalangi orang untuk memeluk agama - apapun agamanya, bahkan
mereka yang membuat agama barupun harus dihormati. Belakangan
Liberalisme juga melahirkan anak haram: yaitu Permisivisme..
Anak kedua bernama Pluralisme.
Prinsip
hidupnya: ruang publik jangan didominasi salah satu kelompok / paham
tertentu saja. biarkan semua terlibat. pembangunan akan lebih cepat
kalau energi kesalehan disinergikan dengan energi setan. Karena itu,
Pluralisme memandang, setiap kelompok harus terwakili dan didengar
suaranya dalam membuat kebijakan publik, termasuk kelompok pekerja seks
komersial, kelompok pengedar narkoba, ataupun kelompok keluarga
terpidana korupsi.
Belakangan Pluralisme juga melahirkan anak haram: yaitu Sinkretisme agama.
Anak ketiga bernama Demokrasi.
Prinsip hidupnya: dari, oleh dan untuk rakyat.
Kedaulatan
hukum itu ada pada rakyat, sehingga penguasa wajib menjalankan keinginan
rakyat. Kekuasaan ditentukan dengan pemilu yang bebas oleh rakyat, ini
ditandai dengan kebebasan pers, kebebasan berserikat (berpartai) dan
kebebasan pemilu yang jujur dan adil. Demokrasi memandang kalau
mayoritas rakyat menginginkan de-kriminalisasi narkoba, maka bisa dibuat
Undang-Undang yang lebih ramah terhadap narkoba. Demikian juga kalau
mayoritas rakyat memandang legalisasi profesi pekerja seks atau
legalisasi profesi rentenir sebagai hal yang lebih bermanfaat, maka akan
keluar pula hukum yang memayunginya. Satu-satunya yang dianggap benar
adalah keinginan rakyat, hari ini, di negeri ini. Karena itu Demokrasi
kadang menelurkan keputusan yang kontradiktif, yaitu secara langsung
atau tak langsung bisa menghancurkan masa depannya sendiri, atau rakyat /
lingkungan negeri lain. Tak heran belakangan Demokrasi melahirkan
anak-anak haram: yaitu "kepentingan nasional" (Nasionalisme) - dan
Chauvinisme.
Anak keempat bernama Kapitalisme.
Prinsip
hidupnya: biarkan tangan-tangan gaib kekuatan pasar mengatur dirinya
sendiri, bagaimana distribusi barang dan jasa yang paling optimal untuk
kebahagian semua orang. Hasilnya, semua bisa didapatkan bagi yang punya
uang. Anak keempat ini cukup dominan dalam keluarga, karena dialah
penopang utama kakak-kakaknya. Dia royal memberi "uang jajan" atau
"uang lelah" ke aktivis pro Liberalisme, juga rajin pasang iklan ke
media massa pro Pluralisme, dan tentu saja memberi "modal" untuk
membesarkan partai, membiayainya dalam kampanye, melobby para politisi
pesaing dan kaum intelektual, hingga "money politik" untuk calon
pemilihnya dalam pemilu. Semua tentu saja dipandang sebagai investasi,
tidak gratis. Kapitalisme ini akan meminta pengembalian "plus bunga"
dalam bentuk peraturan perundangan yang akan menjamin bahwa mereka
semakin kaya, misalnya sistem ribawi, sistem uang fiat, sistem pasar
saham sekunder, sistem hak konsesi atas sumber daya alam, sistem
monopoli kekayaan intelektual, dan sebagainya.
Kapitalisme
memiliki anak-anak haram: Materialisme dan Hedonisme, yang merasa bahwa
tolok ukur kebahagian di dunia diukur dengan materi, dan hidup harus
dipuas-puaskan dengan kenikmatan dunia..
Anak kelima bernama Imperialisme.
Prinsip
hidupnya: Gold, Gospel & Glory. Di manapun, kekayaannya harus kita
kuasai; referensi hidupnya harus referensi kita; dan kita harus
dihormati atau bahkan diagungkan. Karena prinsipnya ini, maka
Imperialisme mengekspor tak cuma produk maupun jasa, tetapi juga
falsafah hidup, hukum yang menjadi rujukan halal/haram, bahkan
nilai-nilai etika dan estetika (film, food, fun, fashion). Pada masa
dulu, imperialisme dilakukan secara militer, tetapi sekarang lebih kuat
karena dibentengi hutang dan aturan dagang, mata uang internasional,
hukum internasional, dsb. Imperialisme memiliki anak haram yaitu
Globalisasi.
Lima anak ini
kini telah merantau. Terkadang dua atau tiga bersaudara bertemu di
suatu negeri, dan bahkan melakukan selingkuh sedarah (incest).
Hasilnya tentu berbeda dengan yang hanya di kandang sendiri ... Apalagi
kalau terus ikut tobat dan ngaji nyantri ...
Merasa kenal?
Oleh Prof Dr. Ing Fahmi Amhar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar