MAGELANG (voa-islam.com) - Polisi yang turut menangkapi mujahidin dalam kasus bom Bali II mati masuk jurang.
Kanit
Resmob Polda Jateng, AKP Yahya Renaldy Lihu tewas secara mengenaskan
bersama tersangka penipuan bermodus penggandaan uang, Muhyaro (45)
terjun ke dalam jurang di Desa Petung, Kecamatan Windusari, Kabupaten
Magelang.
"Kami
tersesat saat hendak menuju ke rumah Muhyaro. Saat itu, Muhyaro masih
berada di dalam mobil. Pak Yahya kemudian mengobrol dua mata dengan
Muhyaro di mobil," kata seorang anggota polisi, seperti dikutip tribun,
Kamis (25/7/2013).
Selanjutnya,
Yahya memutuskan mengajak Muhyaro turun dari mobil untuk menunjukkan
sebuah tempat. Yahya lalu mengaitkan borgol pada tangan kirinya dan
tangan kanan Muhyaro.
...banyak aparat yang turut menzalimi mujahidin lalu mendapatkan musibah tragis...
"Tiba-tiba
tersangka melompat ke jurang, kedalamannya kira-kira 200 meter (versi
lain menyebut 50 meter). Pak Yahya ikut terseret jatuh. Kami panik
kemudian meminta bantuan warga untuk melakukan evakuasi," kata polisi
tersebut.
Yahya Lihu Turut Menangkapi Mujahidin
Benar
jika dikatakan bahwa daging para ulama termasuk mujahidin itu beracun
dan Allah akan menimpakan adzab sebelum datangnya kematian kepada mereka
yang menzaliminya.
Salah
seorang mantan terpidana kasus bom Bali II, Abdullah menuturkan kisah
pedih atas perlakuan Yahya Lihu -aparat kepolisian yang tewas masuk
jurang- terhadap dirinya yang saat itu menjadi tersangka.
“Yahya Lihu itu waktu itu kepala operasionalnya, dia juga ngeler-ngeler ana sampai ke gunung itu dia komandannya,” ujar Abdullah kepada voa-islam.com, Jum’at (26/7/2013).
Sudah
menjadi rahasia umum, para mujahidin yang ditangkap karena tuduhan
terorisme pasti mendapat perlakuan kejam tak manusiawi. Termasuk apa
yang dialami oleh Abdullah pada tahun 2006.
Ia pun
mengungkapkan, bagaimana Yahya Lihu yang saat itu masih bertugas di
Resmob Polwiltabes Semarang ikut terlibat memburu mujahidin. Saat kasus
bom Bali II, seluruh satuan seolah berlomba untuk menangkapi para
mujahidin yang diburu.
“Begitu
penangkapan bom Bali II dan kontak senjata di Semarang, keluar
pengumuman buron, nah semua kesatuan berlomba ikut memburu bahkan dari
TNI sekalipun,” ungkap pria yang pernah divonis zalim 6 tahun penjara
itu.
Mendengar
kabar Yahya Lihu mati, Abdullah mengatakan bahwa ini merupakan
peringatan dari Allah kepada aparat yang selama ini menangkapi para
mujahidin.
“Ini merupakan kabar gembira bagi kita dan peringatan bagi mereka,” ujarnya.
Abdullah
juga menambahkan, sebelum Yahya Lihu, banyak aparat yang turut
menzalimi mujahidin lalu mendapatkan musibah tragis. Di antaranya salah
seorang jaksa yang ikut menuntutnya di pengadilan waktu itu terkena
stroke.
“Waktu
awal tuntutan ibunya kena stroke, lalu pas saya inkrah, dia yang terkena
stroke. Jaksa itu pun menyampaikan permohonan maafnya kepada saya
melalui TPM,” tutur Abdullah mengingat peristiwa tersebut saat dirinya
di LP Permisan, Nusakambangan, Cilacap.
Ia
menegaskan dirinya telah mengingatkan para aparat ketika di pengadilan
dulu, bahwa akan datangnya adzab Allah atas perlakuan mereka terhadap
mujahidin.
“Saya bersumpah dan mengingatkan mereka, adzab Allah akan menimpa mereka sebelum kematiannya,” tegasnya.
Untuk
diketahui, fenomena sejumlah aparat baik yang ikut menangkap maupun
menjatuhkan vonis yang terkena adzab dari Allah telah berkali-kali
terjadi.
Hakim
Made Karna Parna (60) yang memvonis mati Amrozi, tewas lebih dahulu pada
hari Ahad (28/10/2007)karena gagal jantung dan paru-paru, sebelum
Amrozi syahid dieksekusi.
Demikian
pula yang terjadi dengan jaksa Urip Tri Gunawan yang menuntut Amrozi
hukuman mati, terlibat korupsi dan dijatuhi vonis berat 20 tahun penjara
pada September 2008.
Dari
fenomena tersebut, seolah tinggal menunggu waktu saja, bagaimana Allah
tampakkan di dunia akhir hayat para aparat yang menzalimi ulama dan
mujahidin. [Ahmed Widad]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar