Nabi Muhammad saw lebih mengkhawatirkan rangkaian fitnah sebelum
munculnya fitnah Dajjal yang terjadi di tengah ummat Islam. Nabi sampai
menyatakan bahwa barangsiapa dapat menyelamatkan diri dari segenap
rangkaian fitnah tersebut berarti ia sangat potensial untuk dapat
selamat dari fitnah yang paling dahsyat sepanjang zaman, yaitu fitnah
Dajjal.
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ ذُكِرَ الدَّجَّالُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ لَأَنَا لَفِتْنَةُ بَعْضِكُمْ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ
وَلَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِمَّا قَبْلَهَا إِلَّا نَجَا مِنْهَا وَمَا صُنِعَتْ فِتْنَةٌ
مُنْذُ كَانَتْ الدُّنْيَا صَغِيرَةٌ وَلَا كَبِيرَةٌ إِلَّا لِفِتْنَةِ الدَّجَّالِ
Suatu ketika ihwal Dajjal dibicarakan
di hadapan Rasulullah saw. Kemudian beliau bersabda: ”Sungguh fitnah
yang terjadi di antara kalian lebih aku takuti dari fitnah Dajjal, dan
tiada seseorang yang dapat selamat dari rangkaian fitnah sebelum fitnah
Dajjal melainkan akan selamat pula darinya (Dajjal). Dan tiada fitnah
yang dibuat sejak adanya dunia ini –baik kecil ataupun besar- kecuali
dalam rangka menyongsong fitnah Dajjal.”(HR Ahmad V/389)
Sebelum Dajjal muncul untuk menebar
fitnah dan kekacauan ke seluruh dunia, maka dunia sudah sangat heboh
dengan hadirnya aneka fitnah di segenap lini kehidupan seolah menyambut
kedatangan puncak fitnah, yaitu Dajjal. Nabi menjamin tiada seseorang yang dapat selamat dari rangkaian fitnah sebelum fitnah Dajjal melainkan akan selamat pula darinya (Dajjal). Artinya,
barangsiapa sebelum kedatangan Dajjal sudah cukup sensitif dan cukup
cerdas untuk membentengi diri dan keluarganya dari berbagai fenomena
kehidupan modern yang pada umumnya sudah mengalami kontaminasi nilai,
maka sangat besar kemungkinan iapun bakal selamat dari puncak fitnah,
yaitu Dajjal. Dan tentu sebaliknya pun bakal terjadi, yaitu barangsiapa
yang terjebak oleh satu apalagi lebih rangkaian fitnah sebelum keluarnya
Dajjal, berarti ia telah menyebabkan diri dan keluarganya terperangkap
ke dalam puncak fitnah yaitu Dajjal.
Rangkaian fitnah sebelum munculnya
Dajjal meliputi segenap aspek kehidupan manusia. Ia mencakup fitnah
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hiburan, informasi, medis,
militer, pendidikan, hukum, pertahanan-keamanan. Potensi seseorang
terjebak kepada salah-satu fitnah sebelum Dajjal sangat menentukan
seberapa jauh -pada gilirannya- ia bakal selamat atau malah ikut
terjerat ke dalam fitnah Dajjal. Jeratan rangkaian fitnah akan mengincar
setiap orang sesuai kecenderungan dirinya. Ada yang terjerat oleh
fitnah ideologi, ada yang terjerat oleh fitnah politik, ada yang
terjerat oleh fitnah hiburan atau informasi.
Dalam kesempatan ini kami ingin
mengangkat soal jeratan fitnah medis modern. Ahmad Thomson menulis dalam
kitabnya Sistem Dajjal bahwa aspek medis modern termasuk salah satu
pilar yang menopang beroperasinya Sistem Dajjal. Coba perhatikan
cuplikan tulisan beliau di bawah ini:
”Selama lima puluh tahun terakhir,
sistem rumah sakit kafir termasuk salah satu bagian yang penting dalam
proses produsen-konsumen. Sistem ini didirikan untuk menjaga kesehatan
masyarakat agar selalu siap bekerja. Padahal justru akibat cara hidup
masyarakat yang wajib berpijak pada tata-cara proses produsen-konsumen,
maka muncul berbagai penyakit. Sistem kafir, yaitu sistem Dajjal,
menciptakan penyakit-penyakitnya sendiri, dengan demikian menciptakan
kerja bagi mereka yang bekerja di sistem rumah sakit.
Sistem rumah sakit dijalankan bak
sebuah bisnis. Semua orang diupah untuk pekerjaannya. Banyak sekali
orang yang menggantungkan kelangsungan hidupnya pada sakitnya orang lain
– dan dengan cara hidup yang mau tak mau muncul
dan berkembang akibat cara kerja negara produsen-konsumen modern, maka
terjaminlah pasokan orang sakit dalam jumlah yang sangat besar, cukup
untuk menyibukkan dan melestarikan bisnis sistem rumah sakit, sekaligus
menjamin adanya pekerjaan yang langgeng dan menguntungkan bagi begitu
banyak bisnis terkait lainnya, yang memasok peralatan dan obat-obatan ke
rumah sakit-rumah sakit dan dokter-dokter.”
Jadi, sistem medis modern pada
hakikatnya berdiri di atas fondasi faham materialisme. Ia merupakan
sebuah bisnis yang beroperasi dengan proses produsen-konsumen. Sistem
medis modern sejatinya tidak bermaksud untuk benar-benar menyembuhkan
masyarakat dari berbagai penyakit yang mereka derita. Ia mengandalkan
obat-obatan kimiawi yang sesungguhnya dibuat dari zat-zat toxic (racun)
yang malah menimbulkan berbagai problem baru bila dikonsumsi pasien.
Perhatikan lebih lanjut tulisan Ahmad Thomson berikut ini:
”Sebagaimana sistem pabrik dan sistem pendidikan kafir, sistem medis kafir dijalankan baksebuah
bisnis. Sistem medis kafir tak begitu peduli pada penyembuhan dan apa
yang bermanfaat atau tidak. Bahkan merupakan sebuah bisnis besar bagi perusahaan-perusahaan farmasi yang
memasok obat-obatan dan peralatannya, seraya memelihara beribu-ribu
pekerja yang dikaryakan untuk menambal para pasien, agar mereka pun bisa
dikaryakan. Kini, kita lebih sering mendengar
mahasiswa kedokteran berbicara mengenai gaji-gaji besar yang mereka
cita-citakan – apabila telah lulus ujian dan mendapat secarik kertas –
dibanding dengan berbicara mengenai cita-cita mereka untuk menyembuhkan
banyak manusia, atau berbicara mengenai bagaimana cara mencapai
penyembuhan tersebut.”
Padahal jelas Nabi Muhammad bersabda
bahwa bagi setiap penyakit ada penawarnya, kecuali penyakit usia lanjut.
Dan Nabi melarang untuk berobat dengan zat yang diharamkan Allah.
”Mereka (para sahabat) bertanya, "Ya
Rasulullah, apakah kami berobat?" Beliau menjawab, "Ya, wahai
hamba-hamba Allah. Sesungguhnya Allah meletakkan penyakit dan diletakkan
pula penyembuhannya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit ketuaan
(pikun)". (HR. Ashabussunnah)
Rasulullah bersabda: ”Allah tidak menjadikan penyembuhanmu dengan apa yang diharamkan atas kamu.” (HR. Al-Baihaqi)
Oleh karena itu kita sangat heran
melihat bagaimana para dokter medis modern begitu royal menulis resep
berupa antibiotik kelas berat bagi para pasiennya. Namun bilamana anak
atau keluarganya sendiri yang sakit sang dokter sedapat mungkin
menghindari memberikan antibiotik kepada mereka. Sebab sesungguhnya ia
sangat mengerti betapa berbahayanya zat-zat yang terkandung di dalam
antibiotik tadi. Sehingga Ahmad Thomson selanjutnya menulis:
”Nabi Muhammad pernah menerima
kiriman abat-obatan mahal dari Mesir. Beliau mengembalikannya beserta
sebuah pesan yang menyatakan bahwa cara hidup beliau adalah obat dan
pengobatan yang terbaik. Begitu sempurnanya keseimbangan hidup beliau,
sehingga beliau hanya pernah menderita sakit ketika ada yang berusaha
meracuni makanan beliau atau berusaha menyihir beliau. Nabi Muhammad saw
bersabda bahwa bila hati baik maka seluruh tubuh akan baik, dan bila
hati rusak maka rusak pulalah seluruh tubuh.”
Di samping itu kita juga tahu bahwa
bentuk pengobatan cara Nabi ialah mengkonsumsi zat-zat natural dari
berbagai jenis tumbuh-tumbuhan (herbal) seperti habbatus-sauda (jintan hitam) atau aneka madu serta hijamah (berbekam). Sangat kontras dengan medis modern yang mengandalkan obat-obatan kimiawi yang banyak mengandung side-effects yang sangat berpotensi merusak ginjal, lever dan pada akhirnya jantung.
Mindset umat manusia sangat diarahkan untuk bergantung kepada sistem medis modern. Sedikit-sedikit
pergi ke dokter manakala sakit. Sedikit-sedikit minum obat analgesik
begitu pusing atau demam. Pada saat yang bersamaan para pekerja medis
modern itu telah di-brain-wash untuk memandang sebelah mata akan Thibbun-Nabawy(sistem
pengobatan ala Rasulullah). Para dokter ditanamkan kecurigaan dan
kesangsian mereka akan praktek berbekam ala Nabi, misalnya. Kalaulah
yang ragu dan sangsi dari kalangan dokter non-muslim kita masih bisa
maklumi. Tapi yang jadi masalah disini ialah keraguan yang muncul dari
para dokter muslim bahkan sering hadir di pengajian...! Sungguh dahsyat
rangkaian fitnah yang merebak sebelum datangnya puncak fitnah, yakni
Dajjal.
Ya Allah kami berlindung kepadaMu
dari rangkaian fitnah yang merebak sebelum datangnya puncak fitnah,
yaitu Dajjal. Ya Allah tunjuki kami jalan-jalan keluar dari setiap
fitnah yang datang menggoda hidup kami. Amin ya Rabb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar